Welcome to My blog

"Bila kamu tak tahan lelahnya belajar, maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan.(Imam Syafi’i)"

Rabu, 13 April 2016

Review Jurnal “Teposliro” and “Semuci” Among Public Accountants: Do We Know, And Do We Care? oleh Sasongko Budisusetyo dan Bambang Subroto


“Teposliro” dan “Semuci” di antara Akuntan Publik: Apakah Kita Paham, dan Apakah Kita Peduli? Penelitian ini mengkaji proses pengambilan keputusan akuntan publik pada situasi etis dilematis yang sering dihadapi dalam aktivitas profesional mereka. Penelitian ini meneliti pengaruh ‘teposliro’ terhadap pengambilan keputusan etis serta mengkaji keberadaan ‘semuci’ atau konsep yang menganggap diri ‘lebih suci dari orang lain’ dalam penelitian etika di bidang akuntansi. Keputusan etis diukur dengan menjawab pertanyaan lima skenario problem etis yang sering terjadi dalam praktik audit. Temuan penting penelitian ini menunjukkan bahwa ‘teposliro’ mempengaruhi pengambilan keputusan etis, selain itu juga ditemukan keberadaan perasaan 'semuci' yang ada di antara para akuntan publik ketika berhadapan dengan masalah etis.

Pendahuluan
Pengertian tepo seliro dan semuci :
1.    Tepo seliro adalah bahasa dan sekaligus nasihat Jawa, agar didalam menjalani kehidupan, kita selalu dapat bersikap menenggang perasaan orang lain. Sikap tepo seliro, mungkin juga awal dari sikap untuk dapat bertindak adil. Orang hanya dapat bersikap adil, kalau bisa memahami perasaan orang lain  (Pelita : 2016).
2.     Tepo seliro adalah sikap diri pribadi yang sangat menghormati orang lain dengan cara tenggang rasa untuk menciptakan keserasian hubungan antar sesama, sehingga hubungan menjadi akrab dan menghargai (Sesaji: 2009).
3.      Sikap semuci adalah simbol arogansi keagamaan, sekaligus kekerdilan mental. Orang zuhud dan wara’, tidak akan menampakkan kesalehan dan kealimannya. Sikap semuci merupakan wujud ketakaburan (Nashir: 2008)

Review Jurnal
Masalah etika dalam profesi akuntansi selalu menjadi perhatian masyarakat. skandal akuntansi keuangan menghasilkan sorotan tajam pada profesi akuntan publik, hal ini menunjukkan fakta empiris bahwa etika dalam profesi akuntansi adalah penting.
Auditor sering dihadapkan dengan situasi dilema yang memungkinkan tidak bertindak independen dalam kegiatan mereka (Bazerman, Morgan, dan Loewenstein 1997; Finn, Chonko, dan Hunt 1988; Kaplan 2004). Auditor dituntut untuk tetap profesional independen klien, tetapi pada saat yang sama mereka bergantung pada kebutuhan klien karena menerima fee kontrak, sehingga sering auditor berada dalam situasi dilematis.
Situasi dilema etis adalah situasi ketika seseorang berhadapan dengan dua atau lebih pilihan yang relevan, tapi itu pilihan yang saling bertentangan dan penuh dengan masalah etika, atau ketika setiap alternatif keputusan diambil, itu akan berdampak yang tidak diinginkan pada satu atau lebih orang lainnya (Dolgoff dan Skolnik 1996).
Keputusan etis menurut Jones (1991) adalah keputusan baik secara hukum dan dapat diterima secara moral oleh masyarakat. Hunt dan Vitell (1986) mendefinisikan keputusan etis adalah keputusan bahwa pilihan paling etis di antara alternatif masalah etika. McMahon dan Harvey (2007) juga menyatakan bahwa model pembuatan keputusan etis tidak menjelaskan bagaimana seseorang harus berusaha untuk membuat keputusan etis, tetapi lebih fokus pada bagaimana proses etis itu sendiri pengambilan keputusan.
Sisanya (di Jones 1991) mengembangkan model yang sering digunakan dalam memahami proses pengambilan keputusan etis. Model ini menyatakan bahwa model pengambilan keputusan dan perilaku etis terdiri dari empat tahap:
1)      Tahap ketika seseorang merespon tentang isu-isu moral dalam situasi dilema etika.
2)  Ppengambilan keputusan etis, yaitu tahap seseorang membuat keputusan setelah menanggapi masalah etika.
3)   Niat moral niat seseorang untuk ingin berperilaku etis atau sebaliknya, sebagai kelanjutan dari keputusan yang dipilih.
4)      Perilaku moral, tindakan seseorang untuk berperilaku etis atau tidak etis sendiri.

Teposliro atau Perspektif Mengambil di Pengambilan Keputusan Etis
Fritzsche dan Oz (2007) menyatakan variabel individu sangat berpengaruh dalam membuat keputusan etis. Teposliro atau perspektif taking adalah unsur penting dari empati (Davis 1980). Empati adalah salah satu kemampuan individu sangat diperlukan saat berinteraksi dengan orang lain. Empati terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:
a) respon afektif terhadap sikap atau perasaan orang lain (respon afektif),
b) proses kognitif untuk melihat tindakan dari perspektif orang lain
c) usaha sadar untuk bertindak empati (Segal, Gerdes, Stromwall, dan Napoli 2010).
Empati adalah multidimensi, yang terdiri empat dimensi, (1) "teposliro" (perspektif-taking), kecenderungan untuk secara spontan melakukan penilaian psikologis dari sudut pandang orang lain (2) fantasi, kecenderungan untuk mengubah dirinya menjadi karakter imajiner ( 3) empatik concern, orientasi perasaan simpati bagi kemalangan orang lain dan (4) personal distress, perasaan sendiri cemas dan tidak nyaman dalam berurusan dengan orang lain (Davis 1980; 1983).
Individu dengan teposliro tingkat tinggi akan melihat dirinya sering dari perspektif orang lain dan melihat orang lain dari sudut pandang dia. Individu dengan teposliro tingkat tinggi akan memiliki keuntungan dalam mengkoordinasikan tindakan ketika berinteraksi dengan orang lain atau ketika menghadapi situasi yang sangat kompleks. Penelitian ini juga ingin membuktikan teposliro (perspektif-taking) sebagai pembentuk karakter moral dan pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan etis.


"Semuci" atau suci-dari-Engkau
Sebuah "semuci" atau "suci-daripada-Engkau" hasil persepsi bias dalam individu mempersepsikan rekan-rekan mereka sebagai berperilaku kurang etis dari diri mereka sendiri ketika dihadapkan dengan etis pasti perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan (Tyson 1990).  Ada banyak penelitian tentang etika dalam akuntansi, tetapi tidak mengungkapkan banyak tentang perilaku auditor dalam pengambilan keputusan etis, terutama tentang perlunya pengakuan pembenaran sosial untuk keputusan yang telah diambil. Pengakuan pembenaran sosial yang dibutuhkan oleh pengambil keputusan untuk memperoleh pengakuan dan legitimasi keputusan yang telah diambil adalah moral dan etika. Patel dan Millanta (2011) meneliti konsep 'suci-daripada-Engkau' antara akuntan di Australia dan India menyatakan bahwa lingkungan sosial dan budaya mempengaruhi "semuci" perilaku. Ini berarti bahwa dalam konteks budaya tertentu, ada kebutuhan untuk pengakuan sosial bahwa seseorang disebut lebih etis atau lebih suci dari orang lain dalam pengambilan keputusan etis.
Dengan kata lain, adalah apakah auditor pembuatan keputusan etis di Indonesia juga membutuhkan pengakuan sosial atau legitimasi keputusan etis yang telah dibuat. Pemeriksaan persepsi bias yang "suci-daripada-Engkau" penting dalam industri akuntansi karena bias ini dapat menumbuhkan budaya organisasi yang tidak etis. Individu dapat merasionalisasi perilaku yang tidak etis sebagai diperlukan untuk berhasil bersaing dengan orang lain yang mereka anggap sebagai jauh lebih berprinsip. Jadi dalam penelitian ini dapat diharapkan ada "semuci" perasaan di antara akuntan publik di Indonesia.

Metode
Dimensi teposliro dalam penelitian ini diadaptasi dari instrumen yang dikembangkan oleh Davis (1980). Dimensi ini mengukur titik individu pandang situasi atau kondisi. Orang dengan tingkat yang lebih tinggi dari teposliro, maka akan memiliki perspektif yang lebih beragam dan tidak hanya didasarkan pada sudut pandang sendiri. Dimensi menurut tingkat teposliro diukur dengan enam indikator, masing-masing indikator diukur dengan 5-point skala Likert tingkat kesepakatan.
Etis pengambilan keputusan variabel dalam penelitian ini diukur dengan menyiapkan skenario mendekati situasi dilema etika yang akuntan situasi pekerjaan yang sebenarnya. Penggunaan skenario untuk mempelajari etika dalam rangka untuk menggambarkan situasi sebenarnya sudah dilakukan oleh banyak peneliti (Claypool, Fetyko, dan Pearson 1990; Cohen, Pant, dan Sharp 1996; Mumford et al 2006;. Sims dan Keon 1999).
Dalam studi yang bertanya tentang topik-topik sensitif maka akan sulit untuk mendapatkan jawaban yang akurat dari responden. Sehingga sering digunakan untuk mengajukan pertanyaan secara tidak langsung untuk menguji akurasi jawaban responden. Salah satu alternatif adalah dengan mengajukan pertanyaan seperti "melakukan kolega Anda juga melakukan hal yang sama?" Pertanyaan ini sebenarnya mengkonfirmasi jawaban yang diberikan oleh responden, namun pertanyaan ini juga dapat menjadi cerminan sejauh mana keinginan pengakuan sosial atau legitimasi sosial dari responden terhadap keputusan yang dibuat pada subjek yang bersangkutan.
Responden diminta untuk mengevaluasi tindakan auditor-incharge tanggapan mereka pada dua pertanyaan terakhir. Ini adalah (i) apakah mereka akan membuat keputusan yang sama seperti auditor dalam skenario, dan (ii) apakah rekan-rekan mereka akan membuat keputusan yang sama. Tanggapan ditangkap pada lima titik skala Likert mulai dari "sangat mungkin" untuk "sangat tidak mungkin". Perbedaan antara kedua pertanyaan adalah ukuran dari setiap bias persepsi "suci-daripada-Engkau" yang mungkin hadir dalam tanggapan.

Teposliro diukur dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti ini:
1)      Saya selalu mencoba untuk melihat kedua sisi sudut pandang di setiap masalah yang saya hadapi
2)      Ketika saya marah dengan seseorang, saya selalu mencoba untuk memahami pola pikir orang

Sementara, salah satu Skenario Etika yang dapat digunakan adalah seperti berikut:
Dalam pemeriksaan laporan keuangan Bank, auditor menemukan beberapa hal yang belum diungkapkan dalam pemeriksaan sebelumnya. Semua catatan ini mengarah ke pelanggaran serius terhadap peraturan perbankan yang ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun kejadian ini tidak berdampak terhadap posisi keuangan bank saat ini, tetapi dalam jangka panjang serius akan berdampak pada kinerja keuangan bank.
Action: Auditor tidak mengambil tindakan apapun
1. Apakah Anda berpikir ada masalah etika dalam kasus tersebut?
2. Jika Anda adalah seorang auditor, apakah itu mungkin bertindak seperti itu?
3. Apakah pasangan Anda dapat bertindak sebagai auditor?

Hasil
Kuesioner yang disebarkan kepada akuntan publik yang sedang mengikuti IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia) pertemuan di Surabaya dan Jakarta. Ada beberapa 129 akuntan publik yang menyelesaikan kuesioner dan dapat diproses lebih lanjut dalam penelitian ini.
·   Hasil pengujian WarpPLS software menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara teposliro dan pengambilan keputusan etis. Hal ini menunjukkan, dan dapat diprediksi bahwa akuntan publik yang memiliki teposliro tinggi akan membuat keputusan yang relatif lebih etis.
·    Tes t menunjukkan perbedaan yang signifikan antara keputusan akuntan publik rata-rata dari yang lain. Hal ini membuktikan bahwa akuntan publik secara sosial juga ingin diakui lebih etis dalam perilaku mereka.
·     Dalam makalah ini, telah berpendapat bahwa teposliro dapat mempengaruhi individu dalam proses pengambilan keputusan etis. Dalam penelitian ini membuktikan bahwa 'perspektif taking' pengaruh pada keputusan etis. Hal ini juga membuktikan bahwa orang yang memiliki tingkat tinggi teposliro, maka keputusan juga relatif lebih etis.

Kesimpulan
Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa efek teposliro atau perspektif taking diarahkan menciptakan dan memelihara ikatan sosial dan meningkatkan koordinasi sosial dalam penilaian etika. Penelitian ini memberikan kontribusi kepada auditor dengan cara dan keyakinan bahwa aktivitas audit tidak hanya menuntut kompetensi teknis akuntansi, tetapi ketika berhadapan dengan masalah etika, auditor harus lebih sensitif dan kesadaran etis dengan memperkuat nilai-nilai karakter moral sebagai bentuk tanggung jawab profesional. Dalam keputusan etis, akuntan tidak harus berpikir tentang dirinya sendiri, tetapi juga memikirkan yang lain.
Budaya di Indonesia sangat membutuhkan pengakuan dari individu untuk secara moral dianggap suci, juga mempengaruhi perilaku akuntan dalam membuat keputusan etis. Studi ini membuktikan bahwa ketika membuat keputusan etis, akuntan ingin dia sosial dianggap mulia.
Masalah 'semuci' masalah tantangan bagi profesi akuntansi. Mulai dari pendidikan akuntansi tingkat untuk menjadi seorang akuntan profesional, akuntan harus orang integritas tinggi dan karakter moral yang kuat. Dalam pengambilan keputusan etis oleh auditor, hal ini sebenarnya sangat penting terlepas dari apakah keputusan itu secara sosial lebih etis atau tidak. Akuntan tidak boleh terjebak dalam arti tidak tepat; merasa diri lebih etis atau perasaan yang lebih sakral. Dalam kegiatan tersebut, tidak hanya melihat di luar, tapi di balik semua itu, lebih substansi, harus dijalankan dengan menjunjung tinggi etika, bukan untuk pengakuan sosial.


Referensi :
Budisusetyo, S., dan B. Subroto. 2011. “Teposliro” and “Semuci” Among Public Accountants: Do We Know, and Do We Care? Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol 3 No 2. pp 208-216.

Tidak ada komentar: