Pendahuluan
Penelitian ini bertujuan untuk membangun
konsep kinerja klub sepak bola dengan menggunakan budaya khas kota Malang,
yaitu budaya basa walik-an, malangkuçeçwara, dan salam satu jiwa. Penelitian
ini menggunakan paradigma spiritualis dan disain penelitian spiritualis untuk
mencetak konsep kinerja. Melalui metode zikir, doa, dan tafakur, peneliti
mendapatkan metafora bola sebagai alat untuk menganalisis data. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa konsep kinerja klub sepak bola berorientasi
kepada titik terdalam spiritual manusia, yaitu takwa yang disimbolkan dengan
titik pusat bola dengan nilai budaya “salam satu jiwa.” Orientasi ke dalam adalah
refleksi dari basa walian yang membalik kepentingan materi ke kepentingan
spiritual. Setiap pihak dapat menggunakan jalur profesinya masing-masing untuk
masuk ke dalam titik Tuhan (takwa) melalui jalan kebenaran mental
malangkucecwara sebagai jembatan penghubung antara titik kesejahteraan materi,
sebagai bagian terluar dari bola, dengan titik Tuhan.
Banyak
peneliti yang mengembangkan konsep kinerja mulai dari yang paling sederhana,
yaitu Return of Investment (ROI) sampai
yang paling kompleks balanced scorecard.
Konsep kinerja mempengaruhi perilaku dalam manajemen. Konsep-konsep ini hanya
diterapkan untuk manajemen di sektor bisnis, tidak sampai ke sektor klub sepak
bola di Indonesia. Di Indonesia kita ketahui bahwa manajemen klub sepak bolanya
tidak se-profesional diluar negeri.
Penelitian sebelumnya, Wulandary (2012)
memaknai pemain sepak bola merupakan asset non-keuangan, aktiva penggerak
komersial dan aktiva sosio-ekonomis dalam manajemen. Kesimpulannya, pemain sepak
bola adalah kunci utama bagi kinerja dan nama baik klub. Oleh karena itu,
Burton & Chadwick (2014), Spieler et., al. (2007), Humara (2005), Niednagel
(2004), dan Hyllegard et al. (2001) memberikan perhatian pada aspek pemain, mulai
dari kateristik fisik, aspek psikologis, faktor lingkungan, sampai pada aspek branding.
Bagi mereka, rekruitment pemain sepak bola merupakan titik krusial untuk kinerja
dan nama baik klub di masa yang akan datang.
Penelitian ini mengangkat pertanyaan:
bagaimana bentuk kinerja klub sepak bola dengan menggunakan budaya lokal
Malang? Pertanyaan penelitian ini mendorong peneliti untuk menemukan dan merumuskan
bentuk konsep kinerja klub sepak bola.
Metode
Penelitian ini, dalam upayanya mengontruksi
konsep kinerja, menggunakan cara pandang spiritualis (spiritualist paradigm).
Cara pandang ini sebetulnya menekankan pada keutuhan sebuah konsep, yaitu
keutuhan aspek kemanusiaan, budaya, spiritualitas, dan ketuhanan. Oleh karena
itu, sifat-sifat manusia, budaya lokal, dan keimanan pada Tuhan dalam
penelitian ini menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Penelitian ini menganggap bahwa peneliti adalah
alat utama untuk analisis data Sebagai alat utama, peneliti harus berzikir, berdoa,
dan bertafakur sehingga dalam dirinya muncul sebuah alat untuk menganalisis data
(Aman 2014; 2013)
Hasil Penelitian
Metafora ini tidak memiliki hierarchy. Semua bagian dari bola
memiliki kesamaan. Dengan metafora ini beberapa data, yang berfungsi sebagai
bahan, diracik sedemikian rupa untuk menghasilkan konsep kinerja. Bahan-bahan
yang dimaksud di sini adalah basa wali’an Malang, budaya masyarakat Malang, dan
budaya masyarakat sepak bola Malang.
1)
Metafora bola sebagai model analisis
Metafora bola dan basa wali-an membalik konsep
kinerja modern, misalnya balanced scorecard (BSC) Seperti kita ketahui bahwa
BSC tetap mempertahankan mengukuran keuangan tradisional (financial perspective). Kaplan & Norton 1996: 7) Pengembangan ke
perspektif non-keuangan dilakukan dalam rangka mencapai tarjet laba yang ada
dalam perspektif keuangan.
ROCE menjadi tujuan utama yang didorong oleh
pelanggan. Loyalitas pelanggan sebetulnya banyak dipengaruhi oleh ketepatan waktu
pengiriman barang dan jasa (on-timedelivery,
OTD). OTD hanya bisa dilakukan jika proses bisnis internal yang meliputi kualitas
proses (quality process) dan proses siklus
waktu (cycle time process) dilakukan dengan
baik. Proses bisnis internal dapat berjalan baik jika para pekerja memiliki
keterampilan yang baik, yaitu melalui proses pelatihan dan peningkatan
keterampilan (learning and growth
perspective).
2) Bahasa walik-an: menarik bagian luar ke dalam.
Dengan menggunakan konsep basa walik-an tersebut, kita
membalik sesuatu yang sifatnya eksternal dan materi (yaitu, laba sebagai tujuan
puncak atau tujuan eksternal) ke sesuatu yang sifatnya internal dan spiritual.
Jika konsep BSC menempatkan laba sebagai posisi puncak dari tujuan perusahaan
(yang sifatnya eksternal dan materi), maka untuk konsep kinerja klub sepak bola
ini tujuan yang sifatnya eksternal ditarik ke dalam dan konsekuensinya bersifat
spiritual.
3) Malangkuçeçwara: tali penghubung yang materi dengan
yang spiritual.
Nilai yang terkandung dalam kata malangkuçeçwara
tersebut kita gunakan sebagai garis penghubung antara yang di luar dengan yang
di dalam. Artinya, untuk menarik sesuatu yang di luar agar dapat masuk ke dalam
hanya bisa dilakukan dengan cara menggunakan nilai-nilai kebenaran. Nilai-nilai
kebenaran yang dimaksud di sini adalah mulai dari tataran fisik, mental, dan spiritual.
Nilai pada tataran fisik adalah kesejahteraan pangan, papan, dan sandang sebagai
kebutuhan dasar manusia. Pada tataran mental adalah nilai jujur, sabar, komitmen,
disiplin, tekun, terbuka, dan lain-lainnya, sedangkan pada tingkat spiritual meliputi
keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4) Para pihak (stakeholders) sebagai dimensi luar.
Kulit luar bola tersebut tidak lain adalah stakeholders
(para pihak yang berkepentingan) dari klub sepak bola. Kemajuan dan kemunduran
klub sepak bola memang tidak dapat lepas dari peran aktif para pihak. Para
pihak dari klub sepak bola meliputi:
a.
Pemain,
b.
Pemilik,
c.
Pengelola,
d.
Pelatih,
e.
Pendukung (supporter), dan
f.
Pendonor
Bagi penelitian ini, manusia lebih penting dibanding
dengan klub. Jadi, orientasi dari konstruksi konsep kinerja klub di sini
menekankan pada arah destinasi kehidupan akhir manusia melalui profesi
persepakbolaan. Konsep kinerja bermetafora bola ini memiliki enam dimensi,
yaitu dimensi pemain, dimensi pemilik, dimensi pengelola, dimensi pelatih,
dimensi penonton (supporter), dan dimensi pendonor. Masing-masing dimensi dijelaskan
berikut di bawah ini.
Dimensi 1: pemain
sebagai aktiva klub.
Nilai dari pemain terletak pada aspek materi, mental, dan
bahkan spiritual meskipun yang terakhir ini jarang diperhatikan oleh orang
sebagai bagian penting dari nilai aktiva pemain.
Dimensi 2: pemilik
sebagai penyedia lapangan.
Pemilik dapat berbentuk orang pribadi atau dalam bentuk
lembaga seperti yayasan. Pemilik menanamkan investasi ke dalam klub agar klub
dapat hidup dan berkembang serta memberikan manfaat bagi masyarakat banyak. Jumlah
investasi yang ditanamkan ke dalam klub dan keuntungan yang diharapkan oleh
pemilik dapat dianggap sebagai titik materi yang berada pada kulit luar bola.
Dari titik materi ini, kemudian dapat ditarik garis malangkuçeçwara menuju
titik pusat bola. Sepanjang garis malangkuçeçwara terdapat titik-titik mental
yang perlu ada dan dimiliki oleh pemilik. Titik-titik mental tersebut meliputi:
pelihara, perhatian, keberlangsungan, tanggung-jawab, dan ikhlas.
Dimensi 3:
pengelola sebagai pemelihara.
Pengelola mempunyai peran yang sangat penting dalam mengalokasikan
sumber daya yang dimiliki oleh klub agar dapat digunakan secara efisien untuk
mencapai tujuan klub. pada lempeng materi ini kemudian ditarik garis jalan
kebenaran malangkuçeçwara dalam bentuk: pelihara, perhatian, keberlangsungan, tanggung-jawab,
kreasi, inovasi, ikhlas, dan ikhsan. Semua bagian ini merupakan modal karakter
yang sangat penting dari pengelola. Keberadaan karakter tersebut merupakan
energi yang sangat berarti bagi perkembangan dan prestasi klub.
Dimensi 4: pelatih
sebagai pendidik.
Pelatih merupakan elemen penting bagi pengembangan karir
dan prestasi pemain. Pelatih mempersembahkan pikiran, tenaga, dan waktu untuk
melatih dan mendidik pemain agar pemain dapat menguatkan keterampilan dan bakatnya
serta membuat klub berjaya dalam arena pertandingan. Sebagai imbalannya,
pelatih mendapatkan materi dan fasilitas lainnya dari pengelola klub.
Dimensi 5:
pendukung sebagai penyemangat.
Merekalah para pihak yang meramaikan sepak bola. Tanpa
pendukung, pertandingan sepak bola menjadi tidak menarik. Penonton juga menjadi
daya motivasi dan penyemangat bagi pemain untuk bermain sebaik mungkin dalam
sebuah event pertandingan.
Dimensi 6: pendonor
sebagai penyemarak.
Pendonor (sponsor) adalah pihak lain di luar klub yang
memiliki kepentingan untuk mengiklankan produk yang ingin dipasarkan. Secara
materi, pendonor adalah pihak penting yang ikut menyemarakkan event-event
pertandingan sepak bola
Konsep kinerja berketuhanan. Seperti telah
dijelaskan di atas bahwa titik pusat bola adalah simbol tujuan akhir dari para pihak
klub sepak bola. Menurut konsep ini para pihak yang berkepentingan dengan klub
sepak bola merupakan bagian utama dan penting, karena mereka adalah sumber daya
manusia yang dapat menentukan maju-mundurnya dan menentukan arah pengembangan
klub sepak bola. Sebagai pihak yang memegang peranan penting, maka secara ideal
para pihak klub sepak bola menjalani profesinya tidak sekedar memajukan dan
menikmati estetika permainan sepak bola, tetapi juga menjadikan profesi persepakbolaan
sebagai jalan menuju kepada Tuhan. Semakin tunduk dan patuh, maka semakin
bertakwa dan mulia. Dengan metafora bola dan konsep basa wali-an, maka konsep
kinerja yang biasanya berorientasi keluar (materi) kemudian dibalik dan diarahkan
ke dalam (spiritual). Bagian luar bola dikonotasikan sebagai kulit luar yang sifatnya
materi (seperti keinginan untuk mendapatkan laba maksimal, aktiva yang besar, dan
akumulasi modal).
Simpulan
Para pihak yang terdiri dari pemain, pemilik,
pengelola, pelatih, pendukung (supporter),
dan pendonor merupakan unsur utama dalam bangunan konsep kinerja klub sepak
bola. Oleh karena itu, konsep ini berorientasi pada model humanis yang dapat mendorong
para pihak untuk terlibat aktif dalam memperoleh kesejahteraan materi, mental,
dan spiritual. Capaian puncak, yang sebetulnya merupakan bagian terdalam dari diri
manusia, adalah takwa.
Para pihak secara kondusif dapat mencapai
kedudukan yang tinggi dalam hidupnya melalui peran dan fungsinya masing-masing
dalam klub. Para pihak dapat berangkat dari titik capaian kesejahteraan materi untuk
masuk ke tujuan terdalam, yaitu takwa sebagai kesejahteraan spiritual.
Referensi :
Triyuwono, I. 2015. Akuntansi Malangan: Salam Satu Jiwa dan Konsep Kinerja Klub Sepakbola. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol 6 No 2. pp 290-303.
Triyuwono, I. 2015. Akuntansi Malangan: Salam Satu Jiwa dan Konsep Kinerja Klub Sepakbola. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol 6 No 2. pp 290-303.