Welcome to My blog

"Bila kamu tak tahan lelahnya belajar, maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan.(Imam Syafi’i)"

Rabu, 26 Oktober 2016

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS PANCASILA SEBAGAI PEDOMAN DALAM BISNIS YANG BERETIKA

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS PANCASILA SEBAGAI PEDOMAN DALAM BISNIS YANG BERETIKA

Amanah Hijriah
Abstrak
Kasus-kasus pelanggaran bisnis di Indonesia yang beberapa diantaranya melibatkan para profesional telah mencerminkan bahwa menanamkan  nilai-nilai etika yang ke dalam kode etik tidaklah cukup. Karakter para individu telah terbentuk karena berbagai macam faktor internal dan eksternal, sehingga sulit untuk mengimplementasikan ideologi pancasila tanpa kesadaran dari individu yang bersangkutan. Salah satu faktor yang membentuk individu adalah faktor pengalaman, pendidikan dan ilmu pengetahuan yang kemudian dirangkai menjadi sistem pendidikan yang berkarakter bagi stakeholder yang berkaitan dengan perusahaan. Tulisan ini mencoba memaparkan bahwa pendidikan karakter bagi individu adalah hal yang penting. Nilai-nilai pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia sebagai dasar dari pendidikan ini, agar dalam kesehariannya  dilingkungan praktek, individu sebagai profesional tetap menjaga etikanya dengan penuh kesadaran.
Kata kunci : etika, pancasila, pendidikan karakter


PENDAHULUAN


Dalam praktek berbisnis, pelanggaran dalam etika bisnis kerap terjadi. Hal ini dikarenakan mindset dalam berbisnis yaitu “mencari keuntungan sebesar-besarnya dan biaya sekecil-kecilnya”, sehingga dalam proses mendapatkan keuntungan itu, para pelaku bisnis bersedia untuk menghalalkan segala cara walaupun itu bertentangan dengan etika dan moral. Kasus-kasus pelanggaran etika bisnis yang terjadi di Indonesia diantaranya 1) kasus investasi Bank Century yang menawarkan produk investasi keluaran PT Antaboga Deltasekuritas dengan nilai dana yang mereka setorkan bervariasi, ada yang Rp 100 juta sampai Rp 2 miliar dengan iming-iming keuntungan tinggi; 2) PT. Freeport Indonesia : pembayaran upah pekerja yang dituding tidak sesuai kesepakatan perusahaan dan pekerja; 3) Indonesian Port Corporation (PT Pelabuhan Indonesia II) : pengalihan hak pekerjaan kepada Perusahaan Mitsui & Co. Jepang secara sepihak tanpa pemberitahuan sebelumnya. 4) PT. Megarsari Makmur (produsen HIT, obat anti nyamuk) menggunakan zat kimia berbahaya dalam produknya. PT. Adhi Karya dan PT. Wijaya Karya dengan subkontraktor sekitar 17 perusahaan: kasus korupsi pusat pelatihan dan sekolah olahraga Hambalang. PT. Dunia Graha dan anggota DPR RI : kasus suap proyek wisma atlet.
Dari kasus-kasus tersebut perlu diperhatikan, apakah kode etik dan kekuatan hukum tidak cukup kuat untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran dalam bisnis? Apa yang menjadi permasalahan sehingga sulit untuk menghindari kecurangan-kecurangan ini?
Tulisan ini merupakan pemikiran kritis dimana dalam menjalankan praktek bisnis, tidak hanya memperhatikan aspek hukum sebagai tindak lanjut dari pelanggaran, karena tindakan hukum baru bisa berjalan jika sudah terjadi pelanggaran. Kode etik adalah salah satu cara mengantisipasi pelanggaran dan memberikan arahan kepada para profesional tentang batasan-batasan dalam melakukan tugasnya. Jika kode etik hanya terbatas pada para profesional, maka dari itu, etika yang dibahas dalam hal ini kepada para stakeholder yang terkait dengan perusahaan.
Etika bisnis di Indonesia untuk para stakeholder sudah seharusnya menanamkan nilai-nilai ideologi bangsa, yaitu pancasila. Karena kita hidup di Indonesia, menghargai dan menjaga nilai-nilai bangsa adalah kewajiban dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, tak terkecuali dalam praktek bisnis.

TINJAUAN LITERATUR
Etika Bisnis
Franz Margins-Suseno (1987) menyatakan untuk memahami apa itu etika sesungguhnya, etika perlu dibandingkan dengan ajaran moral. Bertens (2000) menyatakan bahwa etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi kritis tentang moralitas dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan bisnis merupakan salah satu bentuk kegiatan manusia. Bisnis memang seharusnya dinilai dari sudut pandang moral, sama seperti semua kegiatan manusia lainnya juga dinilai dari sudut pandang moral .
Velasques (2002), etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Hill dan Jones (1998) menyatakan bahwa etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks. Lebih jauh ia mengatakan, “Most of us already have a good sense of what is right and what is wrong. We already know that is wrong to take action that put the lives other risk” ("Sebagian besar dari kita sudah memiliki rasa yang baik dari apa yang benar dan apa yang salah. Kita sudah tahu bahwa salah satu untuk mengambil tindakan yang menempatkan risiko kehidupan yang lain").
Pembentuk Karakter Individu
Campbell (1982) menayatakan faktor utama dalam mempengaruhi karakter dan perkembangan moral: faktor keturunan, pengalaman masa kanak-kanak, pemodelan oleh orang dewasa yang lebih tua penting dan remaja, pengaruh teman sebaya, lingkungan fisik dan sosial secara umum, media komunikasi, apa yang diajarkan di sekolah-sekolah dan lembaga lain, dan situasi spesifik dan peran yang menimbulkan perilaku yang sesuai.
Bidang etika bisnis meneliti kontroversi moral yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial dari praktek bisnis kapitalis, status moral entitas perusahaan, iklan menipu, insider trading, hak-hak pekerja, diskriminasi pekerjaan, affirmative action dan pengujian obat. Karakter. Apa itu karakter? Sebuah kamus menggambarkan karakter sebagai kompleks sifat mental dan etika menandai seseorang. Tapi sebenarnya karakter adalah siapa kita sebenarnya. Itu apa yang kita lakukan. Ini akumulasi pikiran, nilai-nilai, kata-kata dan tindakan. Ini menjadi kebiasaan yang menentukan takdir kita. Sebuah takdir orang dapat disimpulkan ke jalan sukses atau jalan kegagalan. Orang bilang Anda dapat mencapai sukses dengan memiliki karakter yang baik. Tapi apa benar-benar karakter yang baik? Seseorang berkelakuan baik berpikir benar dan tidak tepat sesuai dengan nilai-nilai universal inti yang menentukan kualitas dari orang yang baik: kepercayaan, hormat, tanggung jawab, keadilan, kepedulian, dan kewarganegaraan. Yah apa pun yang kita sebut karakter, meskipun peran kami sebagai pengembang karakter untuk membimbing pikiran orang, kata-kata, tindakan, dan kebiasaan terhadap nilai-nilai, dimana semua orang berbagi, tanpa memandang perbedaan
Pendidikan Karakter
Eni Purwati (2012 :215) menjelaskan sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan atau ”enculturation”, suatu proses untuk mentasbihkan seseorang mampu hidup dalam suatu masyarakat tertentu dengan keragaman budaya dan keyakinan. Agar seseorang mampu hidup dalam masyarakat tertentu, maka seseorang haruslah menerima pendidikan yang cukup dengan kehadiran guru dengan berbagai perannya. Peran guru dalam proses pembelajaran di masa sekarang ini bukan lagi sebagai penyampai informasi dan pengetahuan, tetapi lebih sebagai pendamping yang menfasilitasi terjadinya proses penghayatan pengalaman. Proses penghayatan pengalaman sebagai proses penemuan makna kehidupan oleh siswa sebagai pebelajar menuntut peran guru sebai model, fasilitator, dan dinamisator.
Dengan pedidikan yang diperoleh seseorang melalui pembelajaran diharapkan tumbuh pemahaman dan kesadaran tentang budi pekerti, etika, budaya luhur, nilai-nilai moral, dan nilai-nilai kehidupan lainnya yang dimanifestasikan melalui pembiasaan, keteladanan, dan penyadaran akan nilai kesantunan dan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Basis dalam pendidikan karakter ini adalah berdasarkan pada pancasila dan esensinya yang kemudian dijabarkan kedalam poin-poin sesuai sila. Ini bertujuan untuk memperjelas arah pendidikan kepada masyarakat, karena etika bisnis bukan hanya untuk perusahaan, namun semua stakeholder yang berkaitan dengan perusahaan.
PEMBAHASAN
Pelanggaran Etika Bisnis dan Aspek Hukum
Menurut Ahira (2016) aspek-aspek yang kerap dilanggar dalam etika bisnis adalah Individu-individu yang terlibat dalam bisnis diantaranya 1) pelanggaran dari segi transparansi, yaitu tidak memberi penjelasan mengenai dana yang digunakan; 2) pelanggaran dari segi hukum, contohnya melakukan PHK kepada karyawan dan tidak memberi pesangon sama sekali; 3) pelanggaran dari segi akuntabilitas; 4) pelanggaran dilihat dari segi prinsip kewajaran, misalnya tidak memenuhi hak pembeli yang telaj memenuhi semua persyaratan dengan alasan yang tidak jelas atau tidak wajar; 5) pelanggaran dilihat dari segi prinsip pertanggungjawaban, misalnya tidak bertanggungjawab terhadap pencemaran lingkungan yang disebabkan perusahaan; 6) pelanggaran dilihat dari segi prinsip empati, misalnya perusahaan tidak memberi toleransi kepada kliennya yang tertimpa musibah; 7) pelanggaran dilihat dari segi kejujuran.
Dari pelanggaran-pelanggaran bisnis yang terjadi, tentu ada hukum yang mengatur pidana sejauh terkait sejauh apa peanggaran yang telah dilakukan dan siapa saja yang terlibat. Hukum dan perundang-undangan yang dibuat mengenai bisnis diantaranya umber hukum bisnis yang utama/pokok  adalah Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yaitu :
“1) Asas kontrak (perjanjian) itu sendiri yang menjadi sumber hukum utama, dimana masing-masing pihak terikat untuk tunduk kepada kontrak yang telah disepakati (kontrak yg dibuat diberlakukan sama dengan Undang-undang); 2) Asas kebebasan berkontrak, dimana para pihak bebas untuk membuat dan menentukan isi dari kontrak yang mereka sepakati.”
Secara umum sumber hukum bisnis (sumber hukum perundangan) tersebut adalah Hukum Perdata (KUH Perdata), Hukum Dagang (KUH Dagang), Hukum Publik (Pidana Ekonomi / KUH Pidana), Peraturan Perundang-undangan diluar KUH Perdata, KUH Pidana,  dan KUH Dagang. Hukum dimanapun tidak akan berpengaruh efektif bagi para pelaku pelanggaran bisnis, apalagi sebagaimana yang kita ketahui, Indonesia bukan negara yang tegas dengan hukum. Dimana ada uang, hukum bisa diperjual-belikan. Selain itu, tindakan hukum baru bisa diterapkan jika ada pelanggaran. Karena itu, hukum merupakan sanksi, bukan antisipasi terhadap pelanggaran.
Sejarah Pancasila dan Esensinya
Dalam sidang pertama BPUPKI yang dibicarakan khusus mengenai dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama tersebut 2 (dua) Tokoh membahas dan mengusulkan dasar negara yaitu Muhammad Yamin dan Ir. Soekarno. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai calon dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan dan kesejahteraan rakyat. Selain secara lisan M. Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Persatuan Indonesia, Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Ir. Soekarno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yaitu Nasional-isme (Kebangsaan Indonesia), Internasionalisme (Perikemanusiaan), Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial dan Ketuhanan yang Berkebudayaan. Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama PANCASILA.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang sangat panjang, sehingga sebelum mengesahkan Preambul, Drs. Muhammad Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata KETUHANAN yang berbunyi 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan.
Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Bung Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan 'Yang Maha Esa'. Dan untuk dapat melaksanakan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara sekaligus sebagai pandangan hidup seluruh Rakyat Indonesia, maka Pancasila diterjemahkan dalam butir - butir Pancasila.
Ketuhanan Yang Maha Esa yang dijabarkan dalam poin-poin 1) bangsa indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap tuhan yang maha esa; 2) manusia indonesia percaya dan taqwa terhadap tuhan yang maha esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap tuhan yang maha esa; 4) membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa; 5) agama dan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan tuhan yang maha esa; 6) mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing; 7) tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa kepada orang lain.
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab dijabarkan dalam poin-poin 1) mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk tuhan yang maha esa; 2) mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya; 3) mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia; 4) mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira; 5) mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain; 6) menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan; 7) gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; 7) berani membela kebenaran dan keadilan; 8) bangsa indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia; 9) mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Persatuan Indonesia dijabarkan dalam poin-poin 1) mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan; 2) sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan; 3) mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa; 4) mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air indonesia; 5) memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial; 6) mengembangkan persatuan indonesia atas dasar bhinneka tunggal ika; 7) memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusya-waratan/ Perwakilan dijabarkan dalam poin-poin 1) sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama; 2) tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain; 3) mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama; 4) musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan; 5) menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah; 6) dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah; 7) di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan; 8) musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur; 9) keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada tuhan yang maha esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama; 10) memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dijabarkan dalam poin-poin 1) mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan; 2) mengembangkan sikap adil terhadap sesame; 3) menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban; 4) menghormati hak orang lain; 5) suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri; 6) tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain; 7) tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah; 8) tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum; 9) suka bekerja keras; 10) suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama; 11) suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.




Lunturnya Nilai-Nilai Pancasila dalam Bisnis


Teori ekonomi saat ini didasarkan pada keperilakuan manusia sebagai homo economicus, yakni manusia sebagai binatang berakal yang mencari kepuasan konsumtif sebesar-besarnya untuk kepentingannya sendiri tanpa perduli dengan orang lain. Model homo economicus inlah yang kemudian diturunkan menjadi model pasar persaingan sempurna (Nataatmadja 1984). Model tersebut bertentangan dengan kenyataan manusia yang secara fitrah memiliki motivasi kreatif dalam setiap diri, motivasi untuk mendayagunakan dirinya untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi yang lainnya (Nataatmadja1983) sehingga yang terjadi demi memenuhi kebutuhan konsumtif dan keinginannya, tak jarang manusia mengesampingkan kepentingan bersama untuk kepentingan pribadi serta melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhannya tersebut.
Pelanggaran-pelanggaran dalam etika bisnis seperti korupsi, penggelapan uang, pengurangan pajak yang berlebihan, pencucian uang dan lain-lain yang dilakukan dalam rangka mencari keuntungan sebanyak-banyaknya lalu menghalalkan segala cara, merupakan bukti bahwa individu-individu ini mengalami krisis moral dan nilai. Ia tidak sadar bahwa segala sesuatu ada yang mengawasi, yaitu Tuhan.
Segala cara dilakukan yang bertentangan dengan kode etik dan aturan hukum yang berlaku, bahkan tidak jarang ikut merugikan pihak lain demi bisnisnya, seperti penggusuran lahan untuk membangun gedung tanpa menyediakan alternatif tempat tinggal yang layak bagi warga.




Pengembalian Nilai-Nilai Pancasila Dalam Beretika
Mengimplementasikan pendidikan karakter berbasis pancasila dilembaga pendidikan. Karena selama ini mata pelajaran yang mengajarkan tentang pendidikan moral dan nilai-nilai luhur bangsa hanya pada sebatas tingkat pendidikan SD. Namun ketika di SMP dan SMA, tidak ada mata pelajaran mengenai etika. Memang saat ini isu tentang pendidikan karakter menjadi perhatian pemerintah dan tenaga pendidik melihat banyaknya penyimpangan moral yang dilakukan, oleh karena itu, ini merupakan peluang jika pendidikan karakter menjadi mata pelajaran atau mata kuliah wajib, sebaiknya turut serta memasukkan nilai pancasila agar kita senantiasa ingat dan memelihara nilai-nilai bangsa kita.
 Pendidikan karakter diperlukan tidak hanya dalam bentuk pendidikan formal seperti yang kita lalui ketika masa sekolah. Ketika pada zaman sekolah diajari tentang bagaimana membina hubungan dan komunikasi yang baik antar individu dan bersifat universal, pendidikan karakter  yang dimaksud disini adalah pendidikan yang memberi pleatihan khusus kepada karyawan.
Gambar 1 Kerangka Berpikir
 








Keberadaan teks-teks ini adalah langkah pertama untuk mewujudkan pembebasan diri dari etika imperialisme. Langkah berikutnya adalah untuk menginternalisasikan Pancasila itu sehingga tidak akan menjadi retorika belaka. Cara untuk melakukan ini adalah melalui pendidikan (Ludigdo dan Kamayanti 2012). Hal ini dapat diatasi dengan terjaga kesadaran pusat kekuasaan pusat dengan kelas menengah yang mendirikan kesadaran kelas dan wacana publik antara retorika politik dengan tindakan nyata (Asshiddiqie 2011).
Pendidikan Pancasila tidak cukup hanya dengan tulisan atau mata kuliah tertentu, tetapi internalisasi dibutuhkan dan menjadi nyata melalui akulturasi. Menurut Samani (2011: 73), akulturasi Pancasila dapat dilakukan melalui contoh senior atau dosen, konsisten dan karena mereka mendoktrin nilai-nilai Pancasila ke dalam kesadaran siswa.
Nilai-nilai dalam pancasila, jika kita urutkan dari yang pertama sampai yang terakhir adalah urutan prioritas ketika kita ingin mengimplementasikannya. Oleh karena itu, Ketuhanan yang Maha Esa menurut sila pertama adalah hal yang paling didahulukan. Ketuhanan erat kaitannya dengan nilai-nilai kepercayaan, keyakinan, spiritualitas dan tingkat religiusitas. Jika nilai-nilai sila pertama diturunkan dalam berbisnis, maka definisi ilmu ekonomi pun juga ikut berubah.
Gambar 2 Urutan Prioritas Implementasi Pancasila











Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana mengaktualisasikan fitrahnya sesuai dengan ajaran agama, khususnya dalam pendayagunaan sumber-daya yang langka dan memiliki berbagai alternatif pendayagunaan, dengan tujuan agar manusia dapat mengambil hikmah dan manfaat yang sebesar-besarnya demi kepentingan kehidupan umat tanpa melupakan kewajiban untuk menjaga kelestarian sumberdaya yang ada (Nataamadja 1984).
Selain itu Utuhan lima sila Pancasila adalah bentuk kesatuan sifat kedirian manusia Indonesia (sila kedua), kemasyarakatan (keempat) dan nilai Ketuhanannya (sila pertama) yang terekat dalam persatuan (sila ketiga), (Mulawarman 2013) artinya pancasila merupakan satu kesatuan yang sudah seharusnya diimplementasikan secara simultan. Karena bagaimana jadinya bersikap adil tanpa diniatkan untuk mencari ridha Tuhan (nilai sila pertama), bagaimana jadinya beribadah dan taat dalam beragama namun tidak bermanfaat bagi sesama (sila ke dua, mengenai kemanusiaan dan menjalin hubungan sosial yang baik antar sesama), bagaimana mungkin bersikap adil namun tetap mementingkan golongan-golongannya (bertentangan dengan sila ke tiga, yaitu persatuan Indonesia).


Berdasar pada holisme Pancasila pula, ketika kita mendeteksi akuntansi sebagai bagian dari ekonomi yang merujuk pada UUD 1945, maka Pasal 33 UUD 1945 tidak dapat dibaca hanya sebagai salah satu penggalan kepentingan ekonomi masyarakat Indonesia. Kemakmuran ekonomi masyarakat bukan hanya perwujudan pasal 33 UUD 1945. Pasal 33 hanyalah salah satu bagian dari seluruh kehendak rakyat Indonesia yang holistik yaitu menginginkan kesejahteraan sosial, ekonomi, politik, budaya, lahir dan batin, serta mewujudkan harkat martabat manusia berke-Tuhan-an (Mulawarman 2013). Artinya ketika kita ingin menerapkan pancasila dalam etika bisnis, upaya yang dilakukan tidak hanya dari salah satu sisi, misalnya hanya menekankan pada perusahaan yang berkaitan yang harus menerapkan etika, padahal seperti yang kita ketahui, perusahaan tetap terikat dengan stakeholder baik yang internal, maupun eksternal.
Karena itu, pemerintah sebagai pembuat regulasi bekerjasama dengan masyarakat (yang menjadi stakeholder perusahaan) dalam membuat aturan-aturan yang berlandaskan pancasila dan mengatur mekanisme bagaimana hubungan baik antar stakeholder perusahaan, bagaimana pemerintah menampung aspirasi masyarakat agar tercipta kesejahteraan dan keadilan.  Hal ini bentuk wujud penerapan sila keempat, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Etika Bisnis dan Profesi Akuntan
Berbicara tentang etika bisnis, maka tak lepas dari permasalahan moral dan nilai oleh para pelaku pelanggaran etika dalam berbisnis. Para pelaku yang terlibat merupakan stakeholder internal dan eksternal. Dalam hal ini, akuntan yang berprofesi sebagai auditor mempunyai peran penting dalam menentukan kejujuran suatu perusahaan. "Penipuan terbesar dalam keuangan dunia selalu menghasilkan neraca diaudit oleh perusahaan akuntan yang terkenal," Chamber (2005). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam banyak skandal yang muncul, akuntan telah memainkan peran utama (Ludigdo dan Kamayanti 2012).
Maka dari itu, merupakan hal yang penting untuk melakukan studi kasus pada nilai-nilai etika seorang akuntan, karena melihat fenomena yang terjadi pada pelanggaran etika yang terjadi pada perusahaan, banyak yang disebabkan oleh ketidak jujuran akuntan dalam mengaudit laporan keuangan.
Dasar dari akuntansi merupakan cerminan dari kondisi masyarakat suatu wilayah. Jika masyarakat memiliki budaya yang bercorak dengan unsur kapitalisme, maka dengan sendirinya akuntansi akan bersifat kapitalisme pula. Hal ini digambarkan dalam Harahap (2013:384) pada gambar 3.
Penggambaran konsep akuntansi oleh Harahap tersebut mengasumsikan bahwa adanya pemikiran hubungan searah antara kondisi dalam masyarakat dengan penerapannya dalam bidang akuntansi (Sitorus dan Triyuwono 2015). Tampaknya hal ini tidak berlaku bagi kondisi akuntansi di Indonesia.Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia memiliki sebuah ideology yang disebut dengan Pancasila, jauh dari nilai-nilai kapitalisme (Mubyarto, 1987:, Gunadi, 1995:). Anehnya, pada tingkat sistem ekonomi dan khususnya dalam dunia akuntansi sendiri corak kapitalisme sangat kental, baik dalam tingkat teori maupun tingkat praktis.Kamayanti (2012) dalam dalam percakapan dialogis dengan mahasiswa juga mengatakan bahwa akuntansi saat ini sudah jauh dari nilai-nilai etis bangsa Indonesia.
Gambar 3 Proses Tejadinya Praktek Akuntansi Kapitalis
Sumber: Harahap (2013)
Tujuan akuntansi yang semula ditujukan bagi kemakmuran rakyat perlahan-lahan bergeser menjadi alat pemuas kebutuhan penjajah dan perusahaan. Nilai tersebut kemudian dibawa pada saat Indonesia merdeka dan berlaku hingga saat ini (Triyuwono: 2015)
Mulawarman (2012) menyebutkan bahwa Pendidikan Pancasila tidak boleh hanya bersifat normatif yang tertumpu pada moralitas di Mata kuliah Pancasila, namun perlu dikemas dalam sebuah konsep dan turunan aplikatif untuk kepentingan nasional, kemandirian dan kekuatan pendukung ekonomi kerakyatan semisal akuntansi keIndonesiaan. Hal tersebut diperlukan agar bangsa Indonesia tidak hanya menjadi follower atas standar-standar yang didominasi Barat termasuk dalam etika profesi akuntan, sehingga dominasi maskulinitas dalam pendidikan akuntansi bisa difeminimkan dengan menginternalisasi nilainilai yang terkandung dalam Pancasila (Setiawan dan Kamayanti 2012).
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah membentuk kode etik akuntan. Yang sangat menarik adalah kode-kode etik akuntan Indonesia masing-masing diadopsi dari kode etik American Ikatan Akuntan Publik (AICPA) dan International Federation of Accountants (IFAC). Kode etik akuntan, dengan demikian, dapat dilihat sebagai kekayaan budaya yang berasal dari nilai-nilai budaya asal. Di bawah institusionalisme, penerapan etika Barat sebagai hasil dari keterlibatan Indonesia dalam IFAC, dapat dianggap sebagai isomorfisme koersif, akibat berlakunya kekuasaan badan-badan profesional untuk mencapai standarisasi (Powell dan DiMaggio 1991. Di bawah perspektif kritis, ada etika imperialisme karena adopsi kode etik IFAC. Internalisasi nilai-nilai luhur Indonesia dalam kode etik akuntan dapat membantu mengatasi skandal akuntansi di Indonesia (Ludigdo dan Kamayanti 2012).
Adapun kode etik akuntan Indonesia, lima prinsip Pancasila belum jelas seperti yang dijelaskan oleh Ludigdo (2012) yaitu: prinsip kebertuhanan tidak dapat ditemukan dalam etika yang diadopsi dari sekuler bahkan ateis Barat. Prinsip kedua kemanusiaan telah tertanam dalam etika akuntan sebagaimana ditetapkan dalam prinsip kedua akuntan kode etik ayat 6. Namun dalam perspektif Pancasila, manusia harus muncul dari kesadaran kebertuhanan yang sama untuk mencapai masyarakat yang beradab. Masyarakat beradab ini bukan jenis yang hanya kekhawatiran dengan maksimalisasi keuntungan. Prinsip ketiga persatuan belum jelas dalam kode akuntan Indonesia etik karena tampaknya bahwa profesi ini lebih peduli dengan penerimaan akuntansi dalam lingkup global bahkan jika biaya kepentingan nasional. Prinsip keempat adalah juga belum jelas karena setiap keputusan profesi idealnya tidak harus diatur oleh pasar atau badan otoritatif hegemonik. Prinsip kelima keadilan sosial belum firmy menegaskan dalam kode etik akuntan. keadilan sosial berarti kontradiksi mutlak untuk kapitalisme. Berdasarkan argumen ini, sangat penting untuk melihat kembali nilai sebenarnya dari Indonesia untuk membangun kode etik akuntan.
Merealisasikan Etika Profesi Berparadigma Pancasila menurut Ludigdo (2012) yaitu :
“Pertama. Profesi akuntan harus menyadari bahwa pendidikan akuntansi seharusnya dikembangkan sebagai bagian dari proses pendidikan nasional yang mempromosikan penguatan karakter bangsa, sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1).
Kedua. Pendidikan akuntansi seharusnya memberi ruang yang memadai untuk menempatkan Pancasila sebagai filosofi dasar pengembangan pendidikan akuntansi dan sekaligus sebagai dasar dalam pengembangan karakter akuntan Indonesia. Untuk ini berbagai kajian akademik, khususnya yang menyangkut materi pembelajaran mata kuliah yang harus bermuatan nilai-nilai dan norma berperilaku, perlu secara intensif dilakukan.(Ludigdo: 2012)
Ketiga. Akuntan pendidik/akademisi seharusnya mengembangkan sikap kritis dalam mengadopsi pemikiran bisnis dan akuntansi, khususnya yang tertuang dalam berbagai literatur bisnis dan akuntansi.
Keempat. Bersama-sama dengan komponen bangsa yang lain, profesi akuntan harus aktif melakukan revitalisasi keberadaan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia.
Kelima. Profesi akuntan harus meyakinkan diri bahwa situasi ekonomi dan politik yang terjadi saat ini bukanlah cerminan dari karakter dan budaya bangsa yang berkembang berdasarkan Pancasila.
Keenam. Organisasi profesi akuntan Indonesia (IAI, IAPI dan lain-lain) seharusnya berani melakukan rekonstruksi kode etik profesi yang dimuati dengan nilai-nilai Pancasila.
Ketujuh. Dalam kerangka infusi spirit ketuhanan dan kesetiaan kepada Pancasila, profesi akuntan perlu mempertimbangkan untuk mengharuskan adanya sumpah profesi kepada para akuntan.”
Dalam menjalankan profesinya, seorang akuntan harus mengikuti kode etik sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tinggi, mencapai tingkat kinerja yang tinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya.
KESIMPULAN
Pancasila hanyalah sebuah falsafah atau sekumpulan nilai yang bersifat normatif karena tidak melahirkan sistem atau seperangkat aturan apapun. Sebagai buktinya, sampai hari ini tidak ada seorang ilmuwan, pakar atau cendekiawan di negeri ini yang mampu merumuskan, misalnya, bagaimana wujud sistem ekonomi Pancasila; bagaimana wujud sistem politik Pancasila; bagaimana wujud sistem hukum Pancasila; atau bagaimana wujud sistem sosial dan sistem pendidikan Pancasila? (Sirajuddin 2013).
            Perlunya sebuah langkah yang bersifat operasional dan sistemik untuk mulai mewarnai kehidupan berbangsa ini dengan sesuatu yang secara inherent sudah ada dan mendominasi dalam kehidupan di masyarakat Indonesia. Ia bisa dengan memunculkan dan merevitalisasi nilai-nilai pancasila dalam etika bisnis dan profesi sebagai bagian dari pengembangan sebuah etika profesi akuntan Indonesia yang tidak hanya membatasi pada prinsip-prinsip yang terdapat di dalam Kode Etik Profesi Akuntan yang dikeluarkan oleh IAI atau Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang dikeluarkan oleh IAPI.
            Berdasarkan pemaparan ini, maka kita sebagai anak bangsa sudah seharusnya menyadari dan turut membangun sistem ekonomi, sosial, politik dan pendidikan berdasarkan nilai-nilai panacasila. Menjalankan sistemnya secara terintegrasi dapat mengurangi tingkat kriminal akibat krisis moral dan nilai-nilai pada masyarakat. Aspek spiritual, sosial, ekonomi, dan lingkungan tergambar jelas dalam kelima sila. Sebagaimana keempat aspek yang tidak mungkin terpisahkan satu sama lain demikian juga pertanggungjawaban perusahaan berdasarkan Pancasila tidak bisa hanya memandang satu atau dua sila saja. Masing-masing sila memiliki unsur-unsur yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Hal ini tentu saja berbeda dengan unsur maskulinitas dalam definisi akuntansi yang berbasis pada kapitalisme sebagaimana yang telah digambarkan oleh penulis bahwa laba dan kapitalisasi modal masih menjadi fokus utama dalam pembuatannya (Sitorus dan Triyuwono 2012).
Jika Individu sepenuhnya sadar mengenai nilai-nilai pancasila dan sudah mengakar kuat menjadi karakter dirinya, maka pelanggaran-pelanggaran tidak akan terjadi. Hal ini tidak hanya dalam kehidupan berbisnis, namun kehidupan dan lingkungannya secara menyeluruh. Orientasi bisnis tidak semata-mata untuk mencari keuntungan yang bersifat materialistis, namun juga bertujuan untuk menyejahterakan dan membantu bagi sesama, juga mencari ridha Tuhan yang Maha Esa.

Daftar Pustaka
Ahira, Anne. 2016. Kasus-kasus Etika Bisnis di Indonesia. Dilihat online http://www.anneahira.-com/kasus-kasus-etika-bisnis-indonesia.htm pada April 2016
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Farhan, Junaidi. 2011. Sejarah Lahirnya Pancasila sebagai Ideologi & Dasar Negara.
Gunadi, T. (1995). Ekonomi dan Sistem Ekonomi Menurut Pancasila dan UUD 1945 (Vol. 1). Bandung: Angkasa.
Harahap, S. S. (2013). Teori Akuntansi (13 ed.). Jakarta: Rajawali Pers.
Kamayanti, A. (2012). Cinta: Tindakan Berkesadaran Akuntan (Pendekatan Dialogis Dalam Pendidikan Akuntansi). Simposium Nasional Akuntansi 15. Banjarmasin.
Ludigdo, U. (2012). Memaknai Etika Profesi Akuntansi Indonesia Dengan Pancasila. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Malang.
Ludigdo, Unti and Ari Kamayanti. 2012. Pancasila as Accountant Ethics Imperialism Liberator. World Journal of Social Sciences Vol. 2. No. 6. September 2012 Issue. Pp. 159 – 168
Margins-Suseno, Franz. 1987. Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Menuju Citra Ekonomi Agamawi. PLP2M. Jogjakarta.
Mubyarto. (1987). Ekonomi Pancasila: Gagasan dan Kemungkinan. Jakarta: LP3ES.
Mulawarman, A.D. 2012. Menggugat Pendidikan Akuntansi Indonesia: Pro Neoliberal atau Pancasila? Makalah pada Konferensi Nasional Pendidikan Akuntansi Indonesia, IAI dan JAFEB UB, Malang, 18-20 April.
Mulawarman, AD. 2013. Nyayian Metodologi Akuntansi al Nataatmadja: Melampaui Derridian Mengembangkan Pemikiran Bangsa “Sendiri”. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol 4 No 1.
Nataatmadja, H. 1983. Membangun Ilmu Pengetahuan Berlandaskan Ideologi. Penerbit Iqra. Bandung.
Nataatmadja, H. 1984. Pemikiran Ke Arah Ekonomi Humanistik: Suatu Pengantar
Nataatmadja, H. 1994. Krisis Manusia Modern. Penerbit Al Ikhlas Surabaya.
Sirajudin. 2013. Interpretasi Pancasila dan Islam Untuk Etika Profesi Akuntan Indonesia. Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL Vol. 4 No. 3 Halaman 330-507 Malang
Sitorus , Jordan Hotman Ekklesia dan Iwan Triyuwono. 2015. Dekonstruksi Definisi Akuntansi Dalam Perspektif Pancasila. Jurnal Akuntansi Multiparadigma Universitas Brawijaya: Malang.
Velasquez, Manuel G. 2002. Business Ethics, Concept and Cases diterjemahkan Ana Purwaningsi at.al., Etika Bisnis : Konsep dan Kasus. Yogyakarta : Penerbit Andi.