Pada
tanggal 2 Mei lalu, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional.
Tanggal tersebut merupakan tanggal lahir Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau
yang kita kenal dengan Ki Hajar Dewantara. Beliau lahir di Yogyakarta, pada 02
Mei 1889. Ki Hajar Dewantara dikenal karena jasa-jasanya dalam dunia
pendidikan, yaitu mendirikan Taman Siswa pada tanggal 03 Juli 1922. Taman Siswa
merupakan sekolah untuk kaum rakyat jelata. Sistem pendidikan yang beliau
gunakan saat itu adalah Tut Wuri Handayani artinya mendorong dari belakang.
Sampai saat ini istilah Tut Wuri Handayani dijadikan sebagai semboyan
pendidikan di Indonesia.
Beberapa
tokoh lainnya yang berperan dalam pendidikan diantaranya adalah; 1) KH Achmad
Dahlan yaitu pendiri Muhammadiyah yang kemudian mendirikan sekolah dengan basis
Islam pertama kali di Indonesia, 2) RA Kartini yang memperjuangkan hak
pendidikan bagi kaum wanita, dan lain-lain. Pada masa itu, sekolah merupakan
hal yang sulit bagi bangsa Indonesia. Berbagai cara dilakukan untuk
memperjuangkan pendidikan.
Namun berbeda dengan kondisi sekarang.
Pendidikan tidak lagi menjadi hal yang sulit untuk sebagian besar penduduk
Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah agar proses pendidikan di
Indonesia dapat dinikmati oleh seluruh penduduknya. Fasilitas berupa biaya
pendidikan gratis, buku-buku yang disalurkan tiap tahun untuk sekolah-sekolah
dan dana bantuan untuk pembangunan sekolah telah diupayakan oleh pemerintah.
Bahkan untuk setiap tahunnya di APBD telah dianggarkan bahwa alokasi untuk
pendidikan sebesar 20%.
Ditengah
kemudahan dan fasilitas yang diberikan pada saat ini, masih saja ada anak
Indonesia yang belum menghargai dan menyianyiakan proses pendidikannya.
Contohnya ketika ujian, melakukan kecurangan seperti menyontek dianggap hal
yang biasa bagi sebagian pelajar Indonesia. Hal ini sangat memprihatinkan. Padahal
ujian pada umumnya dianggap sebagai bahan evaluasi hasil proses belajar mereka.
Jika pada saat ujian saja mereka telah terbiasa dengan melakukan kecurangan,
tak heran apabila Indonesia menjadi Negara terkorup.
Contoh lainnya ketika membolos, berkelahi dan
lebih memilih bersenang-senang dengan bermain game daripada bersusah-susah untuk belajar. Kebiasaan buruk ini
dianggap suatu hal yang biasa. Orangtua bahkan terlalu memaklumi jika anak-anak
mereka bermain game dalam jangka
waktu yang lama.
Filosofis
pendidikan menurut Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara yaitu “pendidikan untuk
memerdekakan manusia”. Seorang guru besar sekaligus imam juga pernah mengatakan
bahwa, “Bila kamu tak tahan lelahnya belajar, maka kamu akan menanggung
perihnya kebodohan”. Dan sabda Nabi yaitu, “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian
sampai liang lahat”. Artinya, dalam proses pendidikan hendaknya lebih memilih
bersabar dalam lelahnya belajar daripada harus menanggung kebodohan dikemudian
hari dan proses pembelajaran tidak mengenal batasan usia. Dengan pendidikan, kita merdeka dari belenggu
kebodohan.
Hari
pendidikan nasional hendaklah menjadi momentum bagi kita, bagi anak-anak bangsa
agar introspeksi terhadap diri masing-masing dan melihat lebih jauh tentang
kualitas SDM saat ini, yang merupakan indikator dari keberhasilan pendidikan di
Indonesia. Selain itu, mencintai ilmu dan proses belajar hendaknya ditanamkan
sejak dini agar belajar bukan hanya untuk mendapatkan nilai atau gelar, tetapi
lebih kepada manfaat dan kebutuhan bagi diri sendiri, oranglain, serta bangsa
dan negara.
Jadi,
sudahkan kita menghargai jasa para pahlawan yang memperjuangkan hak untuk
memperoleh pendidikan? Sudahkah kita bersyukur dengan berbagai kemudahan dan
fasilitas saat ini? Sudahkah kita mencintai ilmu dan proses belajar hari ini?