Malam ini, ketika aku mencari sesuatu
di lemari buku, tak sengaja aku melihat kumpulan berkas ketika masih di MAN 2 Pontianak.
Tersenyum aku melihatnya. Membuka catatan-catatan, arsip, serta beberapa
bulletin yang sempat kami terbitkan ketika kelas X dulu. Beberapa kilasan
tentang perjuangan, kenangan manis, pahit masa putih abu-abu itupun terlintas.
Pertama kali masuk sekolah, awal kelas
X, pagi-pagi sekali aku datang ke sekolah. Sempat merasa canggung, karena aku
berasal dari MTs nun jauh disana, Singkawang. Banyak sekali para siswa membuat
kelompok-kelompok sendiri, berbincang-bincang. Sudah ku kira, mereka
berkelompok karena berasal dari MTs atau SMP yang sama di Pontianak. Ku buang
kecanggungan itu dan langsung jadi “buntut” dari sebuah kelompok yang aku
hampiri, kebetulan adalah kelompok siswi dari MTsN 2 Pontianak.
Seiring berjalannya waktu, banyak
teman baru yang aku kenal. Dari yang kalem, malu-malu, pandai bicara, ribut,
sampai yang agak “aneh”. Guru-guru yang mengajar juga punya ciri khas
masing-masing, mulai dari logat bicara sampai ciri fisik, seperti kumis yang me”legenda”
misalnya. Hehe. .
Tapi dari beberapa guru, ada guru yang
paling berkesan. Karena beliau lah, aku pindah haluan ketika pemilihan jurusan.
Dari IPA ke IPS. Terlalu panjang jika aku ceritakan mengapa demikian (mungkin
akan ku ceritakan di edisi khusus), singkat cerita, aku merasa terzalimi
(bahasanya. . . :D ), guru itu tidak adil dalam memberi nilai ketika ulangan
harian (catet, hanya karena ulangan harian) dan selalu meremehkanku di mata
pelajarannya (salah satu pelajaran IPA). Padahal tiap semester aku selalu meraih
peringkat ke-3 di kelas XE dan aku selalu aktif dikelas.
Sampai saat ini, ketika mengingat hal
itu ada sedikit perasaan kesal karena ketidak adilan itu, tapi juga ada ucapan
terima kasih terhadap guru itu. Salah satu alasan mengapa aku memilh IPS adalah
karena menghindari guru tersebut.
Seru ketika kelas X, yaitu saat
pertama kali aku mengenal organisasi. Aku ikut paskibra sekolah (walaupun
tinggi ga nyampe 160cm, hehe. .), ikut FSRM yaitu rohis di MAN 2 Pontianak, ikut Remaja
Mujahidin dan Buletin MAN 2 Pontianak (Luqman el-Hakim, nama buletinnya). Lucu sekali ketika awal masuk organisasi, karena
pengalamanku satu-satunya hanya ikut Pramuka ketika MTs. Aku sangat pemalu, tidak bisa banyak bicara
dan sangat “ordinary people” alias low profile alias siswa tak terlihat (banyak
banget aliasnya?).
Pengurus Ikhwan FSRM dan Bulletin |
Melalui organisasi itulah aku mulai
belajar untuk bekerja sama, walaupun masih belum tanggap dan masih pemaluuuu
banget kalau mau ngomong. Salah satunya cerita ketika di Paskibra, aku belajar
tentang kedisiplinan, ketegasan dan kepemimpinan. Belajar tentang kekompakan,
perjuangan ketika akan LTUB dan LKBB. Alhamdulillah, tim kami pernah meraih
juara 1 LTUB dan juara 3 LKBB pada tahun 2009.
Selain belajar tentang kedisipilinan, menurutku juga belajar tentang mencintai negara dan menghargai nilai-nilai bangsa. Suasana benar-benar terasa ketika lomba LTUB. Saat itu aku sendiri sebagai dirijen (itu lho, yang mengayun-ayunkan tangan saat lagu dinyanyikan). Untuk pertama kalinya aku merinding dan kaki ku bergetar mendengar lagu Indonesia Raya. Dan suasana yang mengharukan ketika kami dikukuhkan sebagai Paskibra MAN 2 Pontianak angkatan 14. Letih dan perjuangan yang berat, karena satu tahun di paskibra kami baru resmi dikukuhkan.
Walaupun terlihat pemalu dan pendiam, bukan berarti aku tak pernah melakukan kesalahan. Seperti makan di kantin setiap hari Sabtu jam 08.00 pagi ketika jam pelajaran berlangsung (hanya pas kelas X kok), terlambat 2 kali dan ada juga acara nyontek yang nyaris ketauan akibat teman-teman sekitar bangku yang grasak-grusuk berebut jawaban. Aku hampir tertawa mengingat hal itu, saat guru mulai curiga, menghampiri kami yang duduk di pojok belakang dan memeriksa bangku kami. Nafas tertahan, keringat mengalir dan jantung berdegup kencang. Ckckck. . . cukup cerita tentang kesalahan. Aku sudah tobat.
Walaupun terlihat pemalu dan pendiam, bukan berarti aku tak pernah melakukan kesalahan. Seperti makan di kantin setiap hari Sabtu jam 08.00 pagi ketika jam pelajaran berlangsung (hanya pas kelas X kok), terlambat 2 kali dan ada juga acara nyontek yang nyaris ketauan akibat teman-teman sekitar bangku yang grasak-grusuk berebut jawaban. Aku hampir tertawa mengingat hal itu, saat guru mulai curiga, menghampiri kami yang duduk di pojok belakang dan memeriksa bangku kami. Nafas tertahan, keringat mengalir dan jantung berdegup kencang. Ckckck. . . cukup cerita tentang kesalahan. Aku sudah tobat.
Ketika kelas XI, aku resmi jadi siswa
jurusan IPS. Hal-hal yang berat mulai terasa ketika aku dilantik sebagai ketua
OSIS periode 2009-2010. Jika aku di IPA, mungkin yang aku lakukan pada saat itu
hanya untuk belajar, belajar dan belajar, lalu mengesampingkan organisasi
sejauh-jauhnya. Itulah mengapa aku mengucapkan terima kasih pada guru yang
tidak adil itu, karena beliau aku mendapat segudang pengalaman ketika aku
berada di jurusan IPS. Yang tadinya sangat pemalu, jadi lebih sosialis dan
supel.
Cerita ketika menjadi Ketua OSIS,
ketika perhitungan suara diumumkan seantero MAN 2 pada saat jam istirahat kedua,
aku berhasil meraih 265 suara. Sedangkan kandidat lainnya masing-masing
berjumlah 84 dan 168 suara. Aku bersyukur, senang pada saat itu karena
memenangkan kepercayaan sebagian dari siswa MAN 2.
Perjuangan itu dimulai ketika
menjalankan progja. Jika benar-benar kelelahan, aku mengeluh dan menangis.
Ketika pihak sekolah tidak sejalan dengan kegiatan OSIS yang sudah kami rancang
jauh-jauh hari, aku kembali menangis kesal. Setiap classmeeting dan pensi, pergi pagi pulang sore. Sempat juga
dimarahi ortu karena pulang malam menjelang pukul 23.30, itu karena ikut rapat
persiapan reuni akbar bersama alumni. Pernah terlintas ingin menyerah, tapi
mama dan abah senantiasa menguatkanku. Disinilah aku belajar dewasa untuk
menghadapi masalah, belajar tentang kemandirian dan mengambil keputusan.
Selain OSIS, tak lupa cerita tentang
teman-teman. Ketika sedang berat-beratnya menjalankan tanggung jawab sebagai
Ketua OSIS dan segudang masalahnya, aku sempat tertekan karena menjadi bahan
gunjingan, olokan dan gosip teman-teman satu angkatan. Beberapa kali dipanggil
guru BK dan jadi dimusuhi salah satu teman dekatku. Semua itu karena salah
seorang siswi dan objek “kesalahan”nya adalah aku. “Heyy, aku korban. Mengapa
jadi seperti ini?” protesku pada saat itu.
Pernah karena aku tidak tahan lagi dengan
ejekan itu. Ketika pulang sekolah, baru keluar dari gerbang, aku mendengar
ejekan itu. Segera aku turun dari motorku dan menghampiri orang yang mengejek
ku. Lalu aku berkata dengan keras, “Maksud kau ape ngolok-ngolok kayak gitu?!
Sekali agik aku dengar kau ngolok aku kayak gitu, liat jak nanti pembalasan
aku!” Nyaris berkelahi, dan menjadi tontonan siswa yang baru keluar dari
sekolah. Ia terdiam dan aku pulang dengan cuek sambil menahan jengkel. Kalau
saja aku tidak sabar, mungkin sudah aku dorong ia ke comberan atau kali yang
ada tepat di belakangnya.
Mungkin kalian tidak akan mengerti apa
masalah sebenarnya, tapi ini salah satu kenangan pahit selama aku di MAN 2. Kok
jadi melankolis gini ya?
Lanjuut. . . masih di kelas XI. Akhir
semester genap, nilai-nilai ulangan harian meluncur berjatuhan. Aku kelelahan.
Tapi Alhamdulillah, selama kelas XI meraih juara 1 walaupun terseok-seok untuk
menggapainya.
Kelas XII, tahun terakhir masa putih
abu-abu. Masa-masa ini aku habiskan untuk lebih dekat dengan teman-temanku.
Soalnya selama di OSIS, aku jadi ngerasa sibuk sendiri dan kurang memperhatikan
teman. Biasanya kan, kalau cewek-cewek itu suka ngelompok alias geng-gengan
gitu. Aku? Sebenarnya sempat iri, karena kalau punya geng, selalu ada teman
curhat dan kemana-mana ada teman. Aku sempat merasa jadi makhluk individualis.
Pernah adik kelas bertanya, “Siapa teman dekat kakak? Aku ngeliat kakak suka
jalan sendirian.”
Aku melongo mendengar
perkataannya. Nah, lho. . . Sebenarnya
teman-teman tetap ada, hanya ga selalu bersama kayak cewek-cewek yang
bergeng-geng itu.
Kelas XII lebih fokus ke belajar aja,
maklum, mau menghadapi UN. Yang terkenang adalah ketika kami kelas XII
merencanakan membentuk perkusi dan membuat baju batik angkatan untuk acara
perpisahan. Karena kami kompak tidak mau pakai kebaya ketika perpisahan, maka
kami bekerja sama untuk buat baju batik angkatan. Walaupun terdengar biasa,
bagiku itu pengalaman luar biasa. Karena belum pernah dilakukan oleh
angkatan-angkatan sebelumnya dan sampai tulisan ini dibuat belum ada lagi yang
buat baju seangkatan yang “seluruhnya ditangani oleh siswa tanpa campur tangan
pihak sekolah” seperti itu. Kami seperti memenangkan tender atau proyek besar
(hahaha, lebay banget). Menangani baju siswa yang jumlahnya sekitar 170, bukan
hal yang mudah bagi kami. Belum lagi kalau baju kekecilan atau kekurangan
bahan, mau tidak mau harus ada yang mengalah memakai batik dengan warna
berbeda.
Hari-H ketika perpisahan. “Siswa
berdedikasi angkatan 2011 adalah Amanah Hijriah.”
Yahhuuuu. . . Aku naik ke atas
panggung. Ada dua teman lain yang juga mendapat penghargaan. Aku menyalami
kepala sekolah sambil menerima piagam penghargaan tersebut. Lalu tersenyum kaku
ketika di foto didepan semua guru, siswa dan orangtua siswa. Lagi-lagi malu dan
grogi. Hihi. . . #kali ini foto sengaja tidak ditampilkan.
Di lain hari setelah perpisahan, pada
saat pengambilan SKHU, ucapan selamat datang dari teman-teman dan beberapa
guru. Alhamdulillah, lagi dan lagi. Aku diterima jalur undangan (tanpa tes)
masuk perguruan tinggi negeri yang aku pilih.
Dan disinilah aku, seorang mahasiswi
jurusan Akuntansi angkatan 2011.
Cerita kuliah. Beda lagi. Inilah
singkat cerita, flashback ketika masa putih abu-abu. . .
Aku rindu masa itu. But, life must go
on.
Apa yang dilakukan sekarang adalah
cerminan jadi apa di masa depan nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar